2. Loading ...
3. Loading ...

Sabtu, 28 Juli 2012

Dia Mau Hidup Seribu Tahun Lagi

Chairil Anwar | HijauSmanli.tk
Chairil Anwar
Ketika Chairil Anwar menulis larik sajaknya dalam puisi yang terempas dan yang putus” di karet, di karet (daaerahku Y.a.d), sampai juga deru angin”, banyak orang-orang yang membacanyayakin bahwa penyair ini mempunyai kekuatan paranormal : dia bisa meramalkan bahwa dirinya akan meninggal dunia.


Karet memang nama sebuah kompleks pemakaman di Jakarta, dan chairil segera menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 28 April 1949, sementara puisi tersebut ditulis ditahun yang sama.

Chairil adalah legenda. Cerita lain tampak dalam peristiwa yang kemudia dikisahkan oleh Evawani Alissa, satu-satunya anak chairil yang ditinggal mati saat usianya baru 10 bulan. Dalam sebuah percakapan dengan Hapsah wiriaradja, ibu Evawani, chairil berucap bahwa jika umurnya panjang, dirinya bakal jadi menteri pendidikan dan kebudayaan, namu, jika usianya pendek, sebagaimana kata-kata chairil “anak-anak sekolah akan berziarah kekuburanku untuk menabur bunga.

Chairil tidak salah. Usianya memang pendek. Dihitung dari tanggal lahirnya, 26 Juli 1922, umurnya tak sempat genap 27 tahun. Soal anak-anak sekolah esensinya, dia juga benar. Namanya menjadi hafalan wajib dan terutama untuk pelajaran Bahasa Indonesia, soal ziarah dan menabur bunga tampaknya tak harus dimaknakan secara harfiah. Yang jelas hingga kini tanggal kematiannya diam-diam telah dijadikan patokan Hari Sastra Nasional.

Dari sejumlah sajaknya telah lahir sejumlah juara baca puisi dan deklamasi, mengingat salah satu puisi wajibnya kerap diambil dari karya chairil, juga dari sajak-sajaknya tercatat ada 70 puisi asli, disamping 10 terjemahan, 4 puisi saduran, 4 prosa terjemahan, dan 6 prosa asli, termasuk naskah pidato- telah pula terlahir sejumlah sarjana sastra maupun sarjana psikologi sebagai sosiolog Arief Budiman, yang kemudian membukukan skripsinya : chairil anwar :sebuah pertemuan.

Sajak-sajaknya dianggap sebagai representasi pemberontakan terhadap tatanan yang berlaku masa itu. Dalam khazanah kesusastraan modern sendiri, Chairil memberontak terhadap pola estentika sastra yang dihasilkan babakan sebelumnya, yakni angkatan pujangga baru, yang dimotori Sultan Takdir Alisjahbana. Bahwa pada era sebelumnya penyair Roestram Effendi juga ingin melakukan yang sama, yakni dengan mendendangkan “untaian seloka lama beta buang, beta singkiri..” toh Chairil tidak ingin terjebak dalam pemberontakan, tapi tetap dengan menggunakan yang diberontaki. Chairil tidak mendayu-dayu lewat kata-kata “beta” dan sejenisnya, tetapi dia bahkan dengan tegas dan tajam menunjukan diri : “aku”- yang juga menjadi larik-lariklegendaris dalam sajak aku, yang awalnya semangat itu :

“aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Aku mau hidup Seribu tahun lagi”

Ada yang menyebut sebagian besar sajaknya cenderung sebagaisajak Podium-yang terasa lebih klop saat dibacakan dihadapan ketimbang sajak kamar , yang lebih pas jika dibaca sendiri.
Pemberontakan Chairil tak sebatas pada ungkapan estentika sastra. Dalam keseharian, sekalipun dia berbapak/ibu asal minang kabau, diamenolak dipanggil dengan sebutan “uda”. Dia memilih agar dirinya dipanggil “nini”. Itu pila yang pernah dipesankan kepada istrinya agar anak mereka pun memanggil dengan sebutannya itu, meskipun anaknya tak sempat memenuhi permintaan itu karena ayahnya keburu dipaggil menghadap tuhan akibat TBC, tifus, dan penyakit lainnya keburu menggerogotinya. Sejumlah naskah yang diniatkan untuk membeli obat dan biaya perawatan dokter-termasuk karya saduran yang diakui sebagai gubahannya sendiri, agar honornya lebih tinggi-ternyata juga tak mampu membendung penyakit yang dideritanya

Artikel : Dia Mau Hidup Seribu Tahun Lagi
Sumber : hijausmanli.wordpress.com
Penulis :
Editor :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar